Kamis, 17 Mei 2012

Hasan Al-Bana Tokoh Pendidikan

MAKALAH

HASAN AL-BANNA

Disusun untuk memenuhi tugas :
Mata Kuliah : STP & KI
Dosen Pengampu :  Dra. Hj. Fatikhah M. Ag




 










Disusun Oleh :

Eka Nur Khasanah
202 109 143







Sekolah Tinggi Ilmu  Agama Islam ( STAIN ) Pekalongan
Jurusan Tarbiyah
2012


 
A.    Pendahuluan
Adanya pengaruh peradaban barat modern yang sekuler melanda ke berbagai segi kehidupan, tidak terkecuali di bidang pendidikan. Melihat adanya pengaruh ini para tokoh pemikir muslim berusaha untuk mencari solusinya dengan memformulasikan sistem pendidikan yang dapat menghasilkan sosok individu dan masyarakat yang seimbang.
Hasan al-Banna adalah seorang tokoh pembaharu atau modernis dalam dunia islam. Beliau dikenal sebagai tokoh pembaharu, tidak hanya dalam bidang pendidikan, tetapi juga dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan kemasyarakatan.





















B.    Pembahasan
1.   Riwayat Hidup
Hasan al-Banna al-Imam al-Syahid Hasan bin Ahmad Abd. Al-Rahim al-Banna (yang dikenal Hasan al-Banna)  dilahirkan pada tahun 1906 M di kota Mahmudiyah dekat kota Iskandariah dan wafat dalam peristiwa berdarah sebagai syuhada pada tahun 1949 M Ia dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat beragama, berpendidikan, kaya, dan terhormat. Ayahnya Syekh Ahmad Abd al-Rahman pernah belajar di Universitas al-Azhar pada zaman Syekh Muhammad Abduh. Ia adalah seorang muslim yang taat, mempunyai akhlak yang luhur, pemurah dan rendah hati, pekerjaannya sehari-hari adalah sebagai tukang jam.[1]
Hasan Al-Banna, pada masa kecilnya mendapatkan pengajaran langsung dari orangtuanya, yang mengajarkan Al-Qur’an, Hadits, fiqh, bahasa dan tasawuf. Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah agama Madrasah Ar-rasyid Ad-Dinniyat, tahun 1923 ia pindah ke Kairo dan belajar di Dar AL-Ulum sampai selesai pada tahun 1927. Disini ia mempelajari ilmu-ilmu pendidikan, filsafat, psikologi dan logika, serta ia juga tertarik pada masalah-masalah politik, industry, dan olahraga.
Setelah lulus dari Dar al-Ulum dengan predikat cumlaude, lalu ia diangkat menjadi guru disalah satu sekolah menengah di kota ismailiyat (daerah terusan suez) dan dekat lokasi markas besar Suez Canal Company. Di sinilah ia melihat dengan jelas dominasi asing terhadap pribumi. Di samping sebagai guru di pagi hari ia juga berdakwah di sore hari dan begitu juga di waktu-waktu libur.
Hasan al-Banna merupakan sosok pribadi muslim yang sangat sederhana, zuhud, taat dan mempunyai pendirian. Menjadi guru adalah cita-cita Hasan al-Banna sejak kecil, karena guru menurut Hasan al-Banna merupakan sumber cahaya terang benderang yang dapat menerangi masyarakat.[2]

2.   Setting sosial
Kebanyakan bangsa Mesir telah meninggalkan kulturnya dan bergaya hidup Barat, suka mengunjungi tempat hiburan malam, restaurant, bioskop, dan teater. Akibatnya terjadi dekadensi moral dan kehancuran tatanan social. Para penjajah melakukan kerusakan yang bersifat ilmiah, ekonomi, kesehatan, moral, dan seterusnya.
Umat pada waktu itu tidak mempunyai logika lain dalam memimpin dunia selain logika kemaslahatan materi, kekuasaan, dan penguasaan bahan-bahan mentah. Akibat sikap yang demikian, sebagian besar kaum muslimin seakan tercerabut dari akar budayanya, terutama kelas menengah dan kalangan elit politik. Islam pada saat itu tidak dipandang sebagai way of life, tetapi dipandang sebatas ajran ritual formalistik belaka.
Untuk mengantisipasi keadaan masyarakat di atas, ia mendirikan organisasi Ikhwan al-Muslimin yang bergerak di bidang dakwah, tarbiyah, sosial dan jihad. Organisasi yang berdiri di atas dasar fikrah (pemikiran), maknawiyah (moralitas), dan amaliyah (gerakan). Jemaah IM yang didirikan Hasan al-Banna merupakan suatu wadah untuk menampung dan menyalurkan ide-ide pembaharuan guna mengembalikan umat islam kepada ajaran al-Qur’an dan sunnah. [3]
Karya Hasan al-Banna yang terbesar adalah mendirikan organisasi Ikhwan al-Muslimin. Setelah ia berada di Mesir, ia melihat dan merasakan sendiri bagaimana pengaruh dari sekulerisme yang melanda bangsa Mesir. Umat islam pada waktu itu tidak lagi berkiblat ke islam. Hakikat IM bagi al-Banna adalah dakwah al-Qur;an yang menyeluruh, universal, thariqat sufi untuk memperbaiki jiwa, mensucikan rohani, mempersatukan hati kepada Allah, perkumpulan amal kebaikan yang bermanfaat, dan yayasan sosial yang mandiri.[4]



Selain IM, karya Hasan al-Banna banyak dituangkan dalam bentuk risalah. Risalah-risalah tersebut akhirnya dikumpulkan dan dijilid menjadi satu buku dengan judul majmu’at Rasa’il Al-Imam Asy-Syahid Hasan Al-Banna.
Selain buku utama yang berisi kumpulan risalah, juga ada buku lain yang berjudul Mudzakkirat Ad-Da’wa Ad-Da’iyat. Buku ini berisi tentang perjalanan hidup Hasan al-Banna dan perjalanan dakwahnya. Buku ini membahas tentang perjalanan intelektual, ruhani, dan jasmani dalam berdakwah. Buku ini menggambarkan secara lengkap tentang kepribadian, intelektual, dan gerak langkah dakwah Hasan Al-Banna.

3.   Pendekatan Teori Kependidikan
Untuk mencapai pendidikan islam dan sosiologi kepada masyarakat Mesir, Hasan Al-Banna menetapkan institusional Approach. Tujuan pendekatan institusional ini memperhatikan bagaimana struktur dari institusi dapat menjelaskan pada perilaku keagamaan.
Adanya unsur-unsur solidaritas masyarakat yang tertarik terhadap dakwah Hasan al-Banna dengan fungsionalisme Approach. Agama harus mempunyai fungsional bukan hanya sekedar ilusi tetapi merupakan fakta sosial yang dapat diidentifikasi dan mempunyai kepentingan sosial. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya anggota gerakan IM di berbagai cabang.[5]

4.   Pemikiran Hasan Al-Banna Tentang Pendidikan
a.   Konsep Manusia
Hasan al-banna sangat tertarik dengan pengkajian tentang hakikat manusia. Dalam pandang  Hasan al-Bana, manusia terdiri dari beberapa unsur pokok yaitu:


1.   Jasmani
2.   Hati
3.   akal
b.   Konsep Pendidikan Hasan al-Banna
Hasan al-Banna adalah seorang arsitek sebuah perubahan. Bahkan, seolah-olah ia dilahirkan untuk membangun kembali harga diri umat yang sedang runtuh dan melorot. Pembangunan kembali itu diawali dengan mendirikan madrasah terbesar dalam sejarah gerakan dakwah; Madrasah Hasan Al-Banna.
Penyebutan Madrasah Hasan al-Banna ini disematkan oleh salah satu kader terbaik ikhwanul muslimin, syaikh Yusuf Qardhawi, sebuah madrasah yang memiliki dua tujuan besar dalam pembangunan umat Islam. Dua tujuan itu ialah ilmiyah dan amaliyah, berilmu dan beramal.[6]
Konsep pendidikan Hasan al-Banna meliputi dua sisi, yaitu pengembangan potensi jasmani, akal dan qalb, yang dimiliki manusia dan sekaligus sebagai pewarisan kebudayaan islam.
Pendidikan dipandang sebagai proses aktualisasi potensi-potensi yang dimiliki anak didik dengan jalan mewariskan nilai-nilai ajaran islam.  Aktualisasi potensi-potensi yang dikehendaki oleh Hasan al-Banna adalah dapat melahirkan sosok individu yang memiliki kekuatan jasmani, akal, dan qalb guna mengabdi kepada-Nya serta mampu menciptakan lingkungan hidup yang damai dan tenteram. Oleh karena itu, pendidikan menurut Hasan al-Banna harus berorientasi pada ketuhanan, bercorak universal dan terpadu, bersifat positif konstruktif, serta membentuk persaudaraaan dan keseimbangan dalam hidup dan kehidupan umat manusia.


c.    Tujuan Pendidikan
Menurut Hasan al-Banna tujuan pendidikan yan paling pokok adalah mengantarkan anak didik agar mampu memimpin dunia, dan membimbing manusia lainnya kepada ajaran islam yang syamil atau komprehensif serta memperoleh kebahagiaan di atas jalan islam. Secara terperinci Hasan al-Banna menjelaskan tujuan pendidikan ini ke dalam beberapa tingkatan, mulai dari tingkat individu, keluarga, masyarakat, organisasi, politik, negara, sampai tingkat dunia. Hal tersebut diuraikan secara panjang lebar dalam kitabnya Risalat At-Ta’lim, dalam Majmu Rasa’il Al-imam Asy-Syahid Hasan al-Banna.

d.   Materi Pendidikan
Hasan al-Banna menjelaskan mengenai materi pendidikan ini meliputi materi pendidikan akal, jasmani, dan hati (qalb).
Pertama, materi pendidikan akal. Potensi akal merupakan potensi yang cukup urgen pada diri seseorang karena ia sebagai dasar pemberian beban hukum, dan sebagai tolok ukur penentuan balasan baik dan buruk bagi perbuatannya. Oleh karena itu, akal manusia membutuhkan beberapa materi ilmu pengetahuan agar mampu berfungsi sebagaimana mestinya.
Adapun materi pendidikan akal terdiri atas ilmu pengetahuan agama, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu pengetahuan agama sebagai dasar pertama bagi anak didik sebelum ia mempelajari ilmu pengetahuan lainnya. Namun, ketiga materi tersebut hendaknya dipelajari oleh anak didik untuk mencapai ma’rifatullah.
Kedua, pendidikan jasmani. Potensi jasmani dengan berbagai anggotanya pada diri seseorang sangat membutuhkan pemeliharaan dan penambahan kualitas perkembangannya. Pemeliharaan kebersihan dan kesehatan terhadap semua anggota jasmani merupakan wujud nyata dari pendidikan jasmani. Oleh karena itu, anak didik harus memiliki ilmu pengetahuan yang dapat mengantarkannya pada kesadaran akan pentingnya kebersihan dan kesehatan.
Ketiga, materi pendidikan hati (qalb). Potensi qalb atau hati pada anak didik menjadi perhatian penting dalam pendidikan Hasan al-Banna, karena salah satu tujuan dari pendidikan adalah untuk menghidupkan hati, membangun dan menyuburkannya. Kekerasan dan kebekuan hati merupakan penghambat dalam memperoleh ilmu pengetahuan, yang tujuannya tiada lain adalah untuk mencapai ma’rifatullah.

e.   Metode Pendidikan
Metode pendidikan yang ditawarkan oleh Hasan al-Banna meliputi enam metode yaitu sebagai berikut;
1)      Metode diakronis, yaitu suatu metode pengajaran yang menonjolkan aspek sejarah. Metode ini member kemungkinan ilmu pengetahuan sehingga anak didik memiliki pengetahuan yang relevan, memiliki hubungan sebab akibat atau kesatuan integral. Oleh karena itu, metode ini disebut juga dengan metode sosio-historis.
2)      Metode sinkronik-analitik, yaitu metode pendidikan yang member kemampuan analisis teoritis yang sangat berguna bagi perkembangan keimanan dan mental intelektual.
Metode ini banyak menggunakan teknik pengajaran seperti diskusi, lokakarya, seminar, resensi buku, dan lain-lain.
3)      Metode hallul Musykilat (problem solving) yaitu metode yang digunakan untuk melatih anak didik berhadapan dengan berbagai masalah dari berbagai cabang ilmu pengetahuan sehingga metode ini sesuai untuk mengembangkan potensi akal, jasmani dan qalb.
4)      Metode tajribiyyat (empiris), yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh kemampuan anak didik dalam mempelajari ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum melalui realisasi, aktualisasi, serta internalisasi sehingga menimbulkan interaksi sosial. Metode ini juga sangat cocok untuk pengembangan potensi akal, hati, dan jasmani.
5)      Metode al-istiqraiyyat (induktif), yaitu metode yang digunakan agar anak didik memiliki kemampuan riset terhadap ilmu pengetahuan agama dan umum dengan cara berpikir dari hal-hal yang khusus kepada hal-hal yang umum, sehingga metode ini sesuai untuk mengembangkan potensi akal.
6)      Metode al-istinbathiyyat (deduktif), yaitu metode yang digunakan untuk menjelaskan hal-hal yang umum kepada hal-hal yang khusus.

5.   Ide Pokok Pemikirannya
Salah satu motto Hasan al-Banna adalah “ Lembut dalam bertutur, tegas dalam prinsip”. al-Banna mengajukan manhaj dakwah yang menurutnya islam itu sendiri. Dalam bukunya Risalah Baina al-Ams wal yaum menerangkan “sejujurnya ikhwan sekalian, kita harus ingat bahwa kita berdakwah dengan dengan dakwah Allah Swt, yang merupakan dakwah yang paling mulia. [7]
Bagi Hasan Al-Banna islam merupakan pengabdian kepada Allah, tanah air, agama dan negara. Dengan gerakan modernisasi islam yang dituju oleh IM adalah modernisasi yang tidak mengabaikan kepribadian muslim di antaranya melalui:
1.   Aspek Agama dan Akhlak
2.   Aspek Sosial dan Kesehatan
3.   Aspek Pendidikan
4.   Aspek Ekonomi
5.   Aspek Politik dan Jihad.[8]





6.   Analisis
Pemikiran Hasan al-Banna dapat dikategorikan kedalam pemikiran rasional religius, yakni mengedepankan akal dengan tetap berpegang teguh pada sumber ajaran agama yaitu al-Qur’an dan Sunnah.Pemikiran Hasan al-Banna dalam hal pendidikan dapat dikategorikan ke dalam aliran rekontruksionisme yaitu suatu aliran yang berusaha mengatasi krisis kehidupan modern dengan membangun tata susunan hidup yang baru melalu lembaga dan proses pendidikan. Adapun teori dan ide pokok kependidikan yang ditawarkannya sangat ideal dan relevan untuk saat ini, hal ini terlihat adanya aspek-aspek yang diterapkannya melalui pendidikan madrasah, disana terdapat  keseimbangan antara pengetahuan umum dan pendidikan agama.




















Daftar Pustaka
Mohammad, Herry dkk, 2008. Tokoh-tokoh islam yang berpengaruh Abad 20. Jakarta: Gema Insani
Nizar, Samsul dan Ramayulis. 2005. Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta:Ciputat Press Group
Susanto, A.  2009.  Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah
Sholehuddin, M. Sugeng. 2006. Teori Dan Model Kepemimpinan Dalam Pendidikan Islam. Pekalongan: Stain Press
http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Al-BANNA. diakses pada tanggal 27 maret 2012 pukul 09:17 WIB






[1] Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam  (Jakarta:Ciputat Press Group, 2005) hlm. 85
[2] A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam. (Jakarta: Amzah, 2009) hlm. 62
[3] M. Sugeng Sholehuddin. Teori Dan Model Kepemimpinan Dalam Pendidikan Islam. (Pekalongan: Stain Press, 2006 ) halaman. 192
[4] Op.cit halaman 88-89
[5] M. Sugeng Sholehuddin. Teori Dan Model Kepemimpinan Dalam Pendidikan Islam. (Pekalongan: Stain Press, 2006 ) halaman. 196

[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Al-BANNA. diakses pada tanggal 27 maret 2012 pukul 09:17 WIB

[7] Herry Mohammad, dkk, Tokoh-tokoh islam yang berpengaruh Abad 20 (Jakarta: Gema Insani, 2008) hlm. 201
[8] M. Sugeng Sholehuddin. Teori Dan Model Kepemimpinan Dalam Pendidikan Islam. (Pekalongan: Stain Press, 2006 ) halaman. 197-198

1 komentar: