MAKALAH
HASAN AL-BANNA
Disusun untuk memenuhi tugas :
Mata Kuliah : STP & KI
Dosen Pengampu : Dra. Hj.
Fatikhah M. Ag
Disusun Oleh :
Eka Nur Khasanah
|
202 109 143
|
|
|
Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam ( STAIN ) Pekalongan
Jurusan Tarbiyah
2012
A. Pendahuluan
Adanya pengaruh peradaban barat modern yang sekuler melanda ke
berbagai segi kehidupan, tidak terkecuali di bidang pendidikan. Melihat adanya
pengaruh ini para tokoh pemikir muslim berusaha untuk mencari solusinya dengan
memformulasikan sistem pendidikan yang dapat menghasilkan sosok individu dan masyarakat
yang seimbang.
Hasan al-Banna adalah seorang tokoh pembaharu atau modernis dalam
dunia islam. Beliau dikenal sebagai tokoh pembaharu, tidak hanya dalam bidang
pendidikan, tetapi juga dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan kemasyarakatan.
B. Pembahasan
1. Riwayat
Hidup
Hasan al-Banna al-Imam al-Syahid Hasan
bin Ahmad Abd. Al-Rahim al-Banna (yang dikenal Hasan al-Banna) dilahirkan pada tahun 1906 M di kota
Mahmudiyah dekat kota Iskandariah dan wafat dalam peristiwa berdarah sebagai
syuhada pada tahun 1949 M Ia dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan
keluarga yang taat beragama, berpendidikan, kaya, dan terhormat. Ayahnya Syekh
Ahmad Abd al-Rahman pernah belajar di Universitas al-Azhar pada zaman Syekh
Muhammad Abduh. Ia adalah seorang muslim yang taat, mempunyai akhlak yang
luhur, pemurah dan rendah hati, pekerjaannya sehari-hari adalah sebagai tukang
jam.[1]
Hasan Al-Banna, pada masa kecilnya
mendapatkan pengajaran langsung dari orangtuanya, yang mengajarkan Al-Qur’an,
Hadits, fiqh, bahasa dan tasawuf. Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah
agama Madrasah Ar-rasyid Ad-Dinniyat, tahun 1923 ia pindah ke Kairo dan belajar
di Dar AL-Ulum sampai selesai pada tahun 1927. Disini ia mempelajari ilmu-ilmu
pendidikan, filsafat, psikologi dan logika, serta ia juga tertarik pada
masalah-masalah politik, industry, dan olahraga.
Setelah lulus dari Dar al-Ulum dengan
predikat cumlaude, lalu ia diangkat
menjadi guru disalah satu sekolah menengah di kota ismailiyat (daerah terusan
suez) dan dekat lokasi markas besar Suez Canal Company. Di sinilah ia melihat
dengan jelas dominasi asing terhadap pribumi. Di samping sebagai guru di pagi
hari ia juga berdakwah di sore hari dan begitu juga di waktu-waktu libur.
Hasan al-Banna merupakan sosok pribadi
muslim yang sangat sederhana, zuhud, taat dan mempunyai pendirian. Menjadi guru
adalah cita-cita Hasan al-Banna sejak kecil, karena guru menurut Hasan al-Banna
merupakan sumber cahaya terang benderang yang dapat menerangi masyarakat.[2]
2. Setting sosial
Kebanyakan bangsa Mesir telah
meninggalkan kulturnya dan bergaya hidup Barat, suka mengunjungi tempat hiburan
malam, restaurant, bioskop, dan teater. Akibatnya terjadi dekadensi moral dan
kehancuran tatanan social. Para penjajah melakukan kerusakan yang bersifat
ilmiah, ekonomi, kesehatan, moral, dan seterusnya.
Umat pada waktu itu tidak mempunyai
logika lain dalam memimpin dunia selain logika kemaslahatan materi, kekuasaan,
dan penguasaan bahan-bahan mentah. Akibat sikap yang demikian, sebagian besar
kaum muslimin seakan tercerabut dari akar budayanya, terutama kelas menengah
dan kalangan elit politik. Islam pada saat itu tidak dipandang sebagai way of life, tetapi dipandang sebatas
ajran ritual formalistik belaka.
Untuk mengantisipasi keadaan
masyarakat di atas, ia mendirikan organisasi Ikhwan al-Muslimin yang bergerak
di bidang dakwah, tarbiyah, sosial dan jihad. Organisasi yang berdiri di atas
dasar fikrah (pemikiran), maknawiyah (moralitas), dan amaliyah (gerakan).
Jemaah IM yang didirikan Hasan al-Banna merupakan suatu wadah untuk menampung dan
menyalurkan ide-ide pembaharuan guna mengembalikan umat islam kepada ajaran
al-Qur’an dan sunnah. [3]
Karya Hasan al-Banna yang terbesar
adalah mendirikan organisasi Ikhwan al-Muslimin. Setelah ia berada di Mesir, ia
melihat dan merasakan sendiri bagaimana pengaruh dari sekulerisme yang melanda
bangsa Mesir. Umat islam pada waktu itu tidak lagi berkiblat ke islam. Hakikat
IM bagi al-Banna adalah dakwah al-Qur;an yang menyeluruh, universal, thariqat
sufi untuk memperbaiki jiwa, mensucikan rohani, mempersatukan hati kepada
Allah, perkumpulan amal kebaikan yang bermanfaat, dan yayasan sosial yang
mandiri.[4]
Selain IM, karya Hasan al-Banna banyak
dituangkan dalam bentuk risalah. Risalah-risalah tersebut akhirnya dikumpulkan
dan dijilid menjadi satu buku dengan judul majmu’at
Rasa’il Al-Imam Asy-Syahid Hasan Al-Banna.
Selain buku utama yang berisi kumpulan
risalah, juga ada buku lain yang berjudul Mudzakkirat
Ad-Da’wa Ad-Da’iyat. Buku ini berisi tentang perjalanan hidup Hasan
al-Banna dan perjalanan dakwahnya. Buku ini membahas tentang perjalanan
intelektual, ruhani, dan jasmani dalam berdakwah. Buku ini menggambarkan secara
lengkap tentang kepribadian, intelektual, dan gerak langkah dakwah Hasan
Al-Banna.
3. Pendekatan
Teori Kependidikan
Untuk mencapai pendidikan islam dan
sosiologi kepada masyarakat Mesir, Hasan Al-Banna menetapkan institusional Approach. Tujuan
pendekatan institusional ini memperhatikan bagaimana struktur dari institusi
dapat menjelaskan pada perilaku keagamaan.
Adanya unsur-unsur solidaritas
masyarakat yang tertarik terhadap dakwah Hasan al-Banna dengan fungsionalisme Approach. Agama harus mempunyai
fungsional bukan hanya sekedar ilusi tetapi merupakan fakta sosial yang dapat
diidentifikasi dan mempunyai kepentingan sosial. Hal ini terbukti dengan
semakin banyaknya anggota gerakan IM di berbagai cabang.[5]
4. Pemikiran
Hasan Al-Banna Tentang Pendidikan
a.
Konsep Manusia
Hasan al-banna
sangat tertarik dengan pengkajian tentang hakikat manusia. Dalam pandang Hasan al-Bana, manusia terdiri dari beberapa
unsur pokok yaitu:
1.
Jasmani
2.
Hati
3.
akal
b.
Konsep Pendidikan Hasan al-Banna
Hasan al-Banna adalah seorang arsitek
sebuah perubahan. Bahkan, seolah-olah ia dilahirkan untuk membangun kembali
harga diri umat yang sedang runtuh dan melorot. Pembangunan kembali itu diawali
dengan mendirikan madrasah terbesar dalam sejarah gerakan dakwah; Madrasah
Hasan Al-Banna.
Penyebutan Madrasah Hasan al-Banna ini disematkan oleh
salah satu kader terbaik ikhwanul muslimin, syaikh Yusuf Qardhawi, sebuah
madrasah yang memiliki dua tujuan besar dalam pembangunan umat Islam. Dua
tujuan itu ialah ilmiyah dan amaliyah, berilmu dan beramal.[6]
Konsep pendidikan Hasan al-Banna
meliputi dua sisi, yaitu pengembangan potensi jasmani, akal dan qalb, yang
dimiliki manusia dan sekaligus sebagai pewarisan kebudayaan islam.
Pendidikan dipandang sebagai proses
aktualisasi potensi-potensi yang dimiliki anak didik dengan jalan mewariskan
nilai-nilai ajaran islam. Aktualisasi
potensi-potensi yang dikehendaki oleh Hasan al-Banna adalah dapat melahirkan
sosok individu yang memiliki kekuatan jasmani, akal, dan qalb guna mengabdi
kepada-Nya serta mampu menciptakan lingkungan hidup yang damai dan tenteram.
Oleh karena itu, pendidikan menurut Hasan al-Banna harus berorientasi pada
ketuhanan, bercorak universal dan terpadu, bersifat positif konstruktif, serta
membentuk persaudaraaan dan keseimbangan dalam hidup dan kehidupan umat
manusia.
c.
Tujuan Pendidikan
Menurut Hasan
al-Banna tujuan pendidikan yan paling pokok adalah mengantarkan anak didik agar
mampu memimpin dunia, dan membimbing manusia lainnya kepada ajaran islam yang
syamil atau komprehensif serta memperoleh kebahagiaan di atas jalan islam.
Secara terperinci Hasan al-Banna menjelaskan tujuan pendidikan ini ke dalam
beberapa tingkatan, mulai dari tingkat individu, keluarga, masyarakat,
organisasi, politik, negara, sampai tingkat dunia. Hal tersebut diuraikan
secara panjang lebar dalam kitabnya Risalat At-Ta’lim, dalam Majmu Rasa’il Al-imam Asy-Syahid Hasan
al-Banna.
d.
Materi Pendidikan
Hasan al-Banna menjelaskan mengenai
materi pendidikan ini meliputi materi pendidikan akal, jasmani, dan hati
(qalb).
Pertama, materi pendidikan akal. Potensi akal merupakan potensi yang cukup
urgen pada diri seseorang karena ia sebagai dasar pemberian beban hukum, dan
sebagai tolok ukur penentuan balasan baik dan buruk bagi perbuatannya. Oleh
karena itu, akal manusia membutuhkan beberapa materi ilmu pengetahuan agar mampu
berfungsi sebagaimana mestinya.
Adapun materi pendidikan akal
terdiri atas ilmu pengetahuan agama, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu
pengetahuan agama sebagai dasar pertama bagi anak didik sebelum ia mempelajari
ilmu pengetahuan lainnya. Namun, ketiga materi tersebut hendaknya dipelajari
oleh anak didik untuk mencapai ma’rifatullah.
Kedua, pendidikan jasmani. Potensi
jasmani dengan berbagai anggotanya pada diri seseorang sangat membutuhkan
pemeliharaan dan penambahan kualitas perkembangannya. Pemeliharaan kebersihan
dan kesehatan terhadap semua anggota jasmani merupakan wujud nyata dari
pendidikan jasmani. Oleh karena itu, anak didik harus memiliki ilmu pengetahuan
yang dapat mengantarkannya pada kesadaran akan pentingnya kebersihan dan
kesehatan.
Ketiga, materi pendidikan hati (qalb).
Potensi qalb atau hati pada anak didik menjadi perhatian penting dalam
pendidikan Hasan al-Banna, karena salah satu tujuan dari pendidikan adalah
untuk menghidupkan hati, membangun dan menyuburkannya. Kekerasan dan kebekuan hati
merupakan penghambat dalam memperoleh ilmu pengetahuan, yang tujuannya tiada
lain adalah untuk mencapai ma’rifatullah.
e.
Metode Pendidikan
Metode pendidikan yang ditawarkan oleh
Hasan al-Banna meliputi enam metode yaitu sebagai berikut;
1)
Metode diakronis, yaitu suatu metode pengajaran
yang menonjolkan aspek sejarah. Metode ini member kemungkinan ilmu pengetahuan
sehingga anak didik memiliki pengetahuan yang relevan, memiliki hubungan sebab
akibat atau kesatuan integral. Oleh karena itu, metode ini disebut juga dengan
metode sosio-historis.
2)
Metode sinkronik-analitik, yaitu metode
pendidikan yang member kemampuan analisis teoritis yang sangat berguna bagi
perkembangan keimanan dan mental intelektual.
Metode ini banyak menggunakan teknik
pengajaran seperti diskusi, lokakarya, seminar, resensi buku, dan lain-lain.
3)
Metode hallul Musykilat (problem solving) yaitu
metode yang digunakan untuk melatih anak didik berhadapan dengan berbagai
masalah dari berbagai cabang ilmu pengetahuan sehingga metode ini sesuai untuk
mengembangkan potensi akal, jasmani dan qalb.
4)
Metode tajribiyyat (empiris), yaitu metode yang
digunakan untuk memperoleh kemampuan anak didik dalam mempelajari ilmu
pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum melalui realisasi, aktualisasi,
serta internalisasi sehingga menimbulkan interaksi sosial. Metode ini juga
sangat cocok untuk pengembangan potensi akal, hati, dan jasmani.
5)
Metode al-istiqraiyyat (induktif), yaitu metode
yang digunakan agar anak didik memiliki kemampuan riset terhadap ilmu
pengetahuan agama dan umum dengan cara berpikir dari hal-hal yang khusus kepada
hal-hal yang umum, sehingga metode ini sesuai untuk mengembangkan potensi akal.
6)
Metode al-istinbathiyyat (deduktif), yaitu
metode yang digunakan untuk menjelaskan hal-hal yang umum kepada hal-hal yang
khusus.
5. Ide
Pokok Pemikirannya
Salah satu motto Hasan al-Banna
adalah “ Lembut dalam bertutur, tegas dalam prinsip”. al-Banna mengajukan
manhaj dakwah yang menurutnya islam itu sendiri. Dalam bukunya Risalah Baina al-Ams wal yaum menerangkan
“sejujurnya ikhwan sekalian, kita harus ingat bahwa kita berdakwah dengan
dengan dakwah Allah Swt, yang merupakan dakwah yang paling mulia. [7]
Bagi Hasan Al-Banna islam merupakan
pengabdian kepada Allah, tanah air, agama dan negara. Dengan gerakan
modernisasi islam yang dituju oleh IM adalah modernisasi yang tidak mengabaikan
kepribadian muslim di antaranya melalui:
1.
Aspek
Agama dan Akhlak
2.
Aspek
Sosial dan Kesehatan
3.
Aspek
Pendidikan
4.
Aspek
Ekonomi
5.
Aspek
Politik dan Jihad.[8]
6. Analisis
Pemikiran Hasan
al-Banna dapat dikategorikan kedalam pemikiran rasional religius, yakni
mengedepankan akal dengan tetap berpegang teguh pada sumber ajaran agama yaitu
al-Qur’an dan Sunnah.Pemikiran Hasan al-Banna dalam hal pendidikan dapat dikategorikan
ke dalam aliran rekontruksionisme yaitu suatu aliran yang berusaha mengatasi
krisis kehidupan modern dengan membangun tata susunan hidup yang baru melalu
lembaga dan proses pendidikan. Adapun teori dan ide pokok kependidikan yang
ditawarkannya sangat ideal dan relevan untuk saat ini, hal ini terlihat adanya
aspek-aspek yang diterapkannya melalui pendidikan madrasah, disana
terdapat keseimbangan antara pengetahuan
umum dan pendidikan agama.
Daftar Pustaka
Mohammad,
Herry dkk, 2008. Tokoh-tokoh islam yang
berpengaruh Abad 20. Jakarta: Gema Insani
Nizar,
Samsul dan Ramayulis. 2005. Ensiklopedia
Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta:Ciputat Press Group
Susanto, A. 2009. Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta:
Amzah
Sholehuddin,
M. Sugeng. 2006. Teori Dan Model
Kepemimpinan Dalam Pendidikan Islam. Pekalongan: Stain Press
http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Al-BANNA.
diakses pada tanggal 27 maret 2012 pukul 09:17 WIB
[1] Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedia
Tokoh Pendidikan Islam
(Jakarta:Ciputat Press Group, 2005) hlm. 85
[2] A. Susanto, Pemikiran
Pendidikan Islam. (Jakarta: Amzah, 2009) hlm. 62
[3] M. Sugeng Sholehuddin. Teori
Dan Model Kepemimpinan Dalam Pendidikan Islam. (Pekalongan: Stain Press,
2006 ) halaman. 192
[4] Op.cit halaman 88-89
[5] M. Sugeng Sholehuddin. Teori
Dan Model Kepemimpinan Dalam Pendidikan Islam. (Pekalongan: Stain Press,
2006 ) halaman. 196
[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Al-BANNA.
diakses pada tanggal 27 maret 2012 pukul 09:17 WIB
[7] Herry Mohammad, dkk, Tokoh-tokoh
islam yang berpengaruh Abad 20 (Jakarta: Gema Insani, 2008) hlm. 201
[8] M. Sugeng Sholehuddin. Teori
Dan Model Kepemimpinan Dalam Pendidikan Islam. (Pekalongan: Stain Press,
2006 ) halaman. 197-198
izin share ya bu guru!
BalasHapus