Kamis, 13 Desember 2012

Benarkah kita lebih respect dengan lawan jenis?


Benarkah kita lebih respect dengan lawan jenis?
Hal ini terjadi waktu aku sedang mengadakan kemah di karisidenan pekalongan. Seperti biasa kami dibagi per Regu. Satu regu berjumlah sepuluh orang. Singkatnya waktu itu pagi hari, kami sarapan (makan pagi) bersama di tenda kami, semuanya putri. Setelah selesai makan, temanku Siti melihat ada jajan ringan disebelah teman kami yaitu Sinta dan Dewi. Siti duduk bersebelahan denganku, sedangkan Sinta dan Dewi duduk berhadapan persis di depan pintu tenda. Waktu itu Siti bilang “aku ingin jajan itu ta, itu punya siapa y? Aku pengin... “ begitu kata Siti dengan suara tidak terlalu keras, tapi aku mendengarnya dengan jelas, meskipun aku tidak menunjukkan reaksi apa-apa karena jajan itu juga bukan punyaku dan aku terus saja makan nasi bungkus, Sinta dan Dewi  diam saja, merek asik makan sambil ngobrol berdua. aku tidak tau apakah mereka tidak mendengar atau pura-pura tidak mendengar. Kemudian, persis di depan pintu tenda ada peserta putra yang datang, dia  bertanya“bagaimana sarapannya hari ini regu Dewi Sartika? “ini nama regu kami” tiba-tiba Sinta dan Dewi dengan sumringahnya menjawab “iya kami sedang sarapan, sini ikut sarapan”
Dan dengan lebayyyyyyyynya mereka menawarkan jajan dengan sigap “ini ada jajan kamu mau tidak, enak lho... ini aku yang bawa (ternyata jajan itu punya Sinta. Langsung dikasilah jajan satu plastik itu kepada salah satu peserta putra yang baru saja datang. Dan mereka ngobrol dengan asyiknya. Aku diam saja, tapi saat itu nafsu makanku hilang, aku kasihan sama temenku Siti, bagaimana perasaannya? Untuk mengurangi rasa sedih dan rasa malunya, aku pura-pura tidak tau dan tidak mendengar kalau dia tadi berkata lirih menginginkan jajan itu. Aku benar-benar tidak habis pikir kepada Sinta dan Dewi kenapa mereka sampai seperti itu? Kami saja yang satu regu yang bermalam bersama dalam satu tenda tidak pernah ditawari, eh ada peserta putra langsung aja dikasih tanpa pikir panjang. Menurutku mereka keterlaluan, apa lagi kalau ternyata mereka mendengar Siti tadi meminta jajan itu, mereka benar-benar keterlaluan. Apa maksud mereka memberi jajan itu kepada anak putra? Moduskah? Hahaaaaaaaa... segitunya. Dalam hati aku berkata “jangan sampe deh aku kaya gitu, memalukan tau.”  Pertanyaanku selanjutnya adalah benarkah kita lebih respect dengan lawan jenis? Apa komentarmu setelah membaca cerita ini?

Cerita nyata Oleh:
ENHa

Kamis, 06 Desember 2012

Lomba Resensi Buku Pendidikan


Judul Buku      : Pedagogik (Ilmu Mendidik)
Penulis             : Uyoh Sadulloh
Penerbit           : Alfabeta
Kota terbit       : Bandung
Tahun Terbit    : 2010
Ukuran                        : 16x24 cm
Halaman          : 214 halaman
ISBN               : 978-602-8361-84-2
Peresensi         : Eka Nurkhasanah
Agar Tidak Salah Mendidik Anak
Mendidik bukanlah hal yang mudah, karena setiap anak adalah unik. (Kompas, Minggu 12 Oktober 2012). Segala usaha dikerahkan agar cita-cita anak didik dapat tercapai. Namun, tak semua perlakuan yang menyenangkan anak akan membantu mereka tumbuh menjadi pribadi yang dewasa dan mandiri. Sebaliknya, kesenangan-kesenangan ini dapat mengantar anak menjadi pribadi manja dan mudah menyerah.
Banyak orang yang tidak mengetahui atau mempelajari suatu teori pendidikan, tetapi ia dapat menjadi seorang pendidik yang baik, berhasil dalam mendidik anak-anaknya. Sebaliknya juga dapat terjadi, seorang ahli teori pendidikan, belum dapat dijamin bahwa ia akan menjadi seorang pendidik yang baik, belum dapat dijamin ia akan berhasil mendidik anaknya sendiri. (Burhanudin Salam).
Dari masalah diatas, jangan dijadikan alasan bahwa tidak perlu atau tidak ada manfaatnya apabila kita mempelajari pedagogik (ilmu mendidik). Burhanudian Salam mengutip perkataan Gunning dalam bukunya bahwa “praktek tanpa teori merupakan perbuatan orang tidak waras, sedangkan teori tanpa praktek merupakan perbuatan yang jenius.”
Kehadiran buku Pedagogik (Ilmu Mendidik) mencoba menjawab dan memberi solusi dari masalah-masalah diatas, Jika buku ilmu pendidikan yang lain lebih menitik beratkan pada pendidikan disekolah, lain halnya dengan buku ini. Buku Pedagogik (Ilmu Mendidik) ini menitik beratkan kepada pendidikan anak, bukan hanya disekolah tetapi juga dalam lingkungan keluarga dan masyarakat, sehingga diharapkan para pembacanya dapat mengetahui ilmu pendidikan secara komprehensip.
Bertolak dari latar belakang pendidikan yang dimilikinya sebagai seorang praktisi di bidang ilmu pendidikan, penulis yang telah menyusun beberapa buku diantaranya Filsafat Pendidikan, Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengantar Filsafat Pendidikan, penulis menyusun buku ini kedalam tujuh bagian, yaitu konsep dasar pedagogik, manusia sebagai animal educandum, tujuan dan batas kemungkinan pendidikan, situasi pergaulan dan situasi pendidikan serta alat pendidikan, Pendidik dan anak didik, kasih sayang kewibawaan dan tanggung jawab dan materi ketuju yaitu lingkungan pendidikan.
Pada konsep dasar pedagogik dibahas tentang hakekat mendidik, perbedaan pedagogi dan pedagogik, yaitu apabila pedagogi lebih menekankan kepada praktek pendidikan, sedangkan pedagogik lebih menekankan pada teori pendidikan dan perenungan tentang pendidikan. Dibagian ini juga dibahas tentang kesalahan-kesalahan dalam mendidik dan solusi pemecahannya. Pada manusia sebagai animal educandum dibahas alasan mengapa manusia perlu dididik, faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan dan aliran-aliran dalam pendidikan. Pada situasi pergaulan dan situasi pendidikan dijelaskan tentang mana yang merupakan situasi pendidikan bagi anak dan mana yang bukan, karena tidak semua interaksi orang dewasa dan anak merupakan situasi pendidikan.
Dalam bagian Pendidik dan anak didik dibahas tentang kriteria pendidik dan kriteria anak didik. Pada kasih sayang, kewibawaan dan tanggung jawab dibahas bahwa pendidik harus memahami makna kasih sayang, kewibawaan dan tanggung jawab dan kadarnya. Dan pada bagian akhir yaitu lingkungan dan pendidikan dibahas tentang lingkungan pendidikan bagi anak yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Dengan pemilahan demikian, buku tersebut lebih cenderung sebagai arahan agar tidak salah mendidik anak. Pembaca diarahkan bagaimana cara memahami, menyayangi, membimbing dan mendidik anak. Sementara itu, secara umum buku tersebut banyak membicarakan tentang anak sebagai insan yang membutuhkan pendidikan. Bahasa yang penulis gunakan sederhana, mudah dan akrab.
Bagi Pendidik, dalam hal ini seorang guru buku ini sangat direkomendasikan untuk dibaca agar bisa sukses menjadi guru yang baik, guru yang tidak hanya menjadi “tukang ajar” tetapi menjadi guru yang mampu mengembangkan bakat dan hati nurani anak didik.
Untuk memahami fenomena pendidikan secara sistematis, memberikan petunjuk tentang yang seharusnya dilaksanakan dalam mendidik, menghindari kesalahan-kesalahan dalam praktek mendidik anak juga untuk ajang untuk mengenal diri sendiri dan melakukan koreksi demi perbaikan bagi diri sendiri.
Bagi para orang tua agar dapat memahami kebutuhan dan potensi anak, sehingga tidak salah dalam mendidik anak. Bagi para mahasiswa yang mendalami ilmu pendidikan akan sangat berguna untuk mengembangkan “wawasan pendidikan” dan mempertajam “nuansa ilmu pendidikan” dalam bidang pendidikan. Sedangkan bagi pembaca pada umumnya, buku ini bermanfaat untuk menjadikan diri sebagai manusia yang lebih bijaksana, karena orang pintar belum tentu bijaksana sedangkan orang bijaksana sudah tentu dia pintar karena dia mampu memilah dan memilih keputusan yang terbaik dari yang baik dan kurang baik.
Buku ini memadukan berbagai disiplin ilmu, meliputi filsafat pendidikan yaitu membahas tentang hakekat manusia, Psikologi Pendidikan yaitu membahas tentang  Perkembangan manusia dan tentu saja ilmu pendidikan. Kelemahan buku ini adalah pada sistematika penulisan bab yang tumpang tindih. Sebagai contoh materi tentang alat-alat pendidikan di bab II di ulang lagi di bab III dan terlalu banyak mengutip perkataan Langveld seorang ahli pendidikan asal Belanda.

30 nopember 2012 terima kasih pada semua teman-teman yang sudah banyak memberi masukan atas terseselesaikannya resensi ini, resensi ini akhirnya memperoleh juara 2, terima kasih kepada Bapak Dr. Moh. Muslih M.Pd Phd yang bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan tambahan ilmu kepada kami, semoga kita semua bisa menjadi manusia yang bijaksana. amin ya robbal alaminnn

ttd 
Eka Nurkhasanah